lebih dekat lagi dengan ASWAJA
ASWAJA
Ada
tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926:
1. Motif
Agama. Nahdlatul Ulama lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama
Allah di Nusantara, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal
tidak hanya menjajah nusantara, tapi juga menyebarkan agama Kristen-katolik
dengan sangat gencarnya. Mereka membawa para misionaris-misionaris kristiani ke
berbagai wilayah.
2. Motif
Nasionalisme. NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh
agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga
dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. NU pimpinan
Mbah Hasyim Asy’ari sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di
berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong
Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya.
Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis.
Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah
Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) yang
salah satu tokohnya adalah pemuda gagah, Muhammad Yusuf (KH M. Yusuf Hasyim
-Pak Ud). Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik,
dikalangan pemuda muncul lasykar-lasykar Hizbullah (Tentara Allah) dengan
panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara
1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di komandoi KH. Masykur.
Sejarah mencatat,
meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945,
53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris
mencaplok kedaulatan RI.Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di
Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal
Mallaby, panglima brigade ke-49 (India).Penjajah Belanda yang sudah hengkang
pun membonceng tentara sekutu itu.
Praktis, Surabaya
genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap
Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui
utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah
air?Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Al-Qur’an.Sekali lagi,
membela tanah air?”
Mbah Hasyim yang
sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat.Dia
memerintahkan KH. Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk
mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas
rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya,
dipimpin Kiai Wahab Hasbullah pada 22 Oktober 1945.
Pada 23 Oktober
1945, Mbah Hasyim Asy’ari atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan
jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. Ada tiga poin
penting dalam Resolusi Jihad itu. Pertama, setiap muslim – tua, muda, dan
miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan
Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada.Ketiga,
warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan
nasional, maka harus dihukum mati.
Jadi, umat Islam
wajib hukumnya membela tanah air.Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita
berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan
dibolehkannya qashar salat).Di luar radius itu dianggap fardu kifayah
(kewajiban kolektif, bukan fardu ain, kewajiban individu).
Fatwa jihad yang
ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio.Keruan
saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan
mayoritas NU merasa terbakar semangatnya.Ribuan kiai dan santri dari berbagai
daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya.Meletuslah
peristiwa 10 November 1945 yang dikenang sebagai hari pahlawan.Para kiai dan
pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani
oleh KH.Maskur.Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah
yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin.Sementara para kiai sepuh berada di barisan
Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Perang tak terelakkan sampai
akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas.
Motif
Mempertahankan Faham Ahlussunnah wal Jamaah. NU lahir untuk membentengi umat
Islam khususnya di Indonesia agar tetap teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal
Jamaah (mengikuti Sunnah Nabi, Sahabat, Tabi’in dan para Ulama), sehingga tidak tergiur dengan
ajaran-ajaran baru, diantaranya adalah sebagai berikut,
1. kaum
Khawarij dengan pemimpinnya Abdullah bin Abdul Wahab ar-Rasabi yang muncul di
masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a. yang berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar adalah kafir, sehingga ciri khas mereka mudah menuduh orang-orang
Islam yang tidak sepaham dengan ajarannya sebagai kafir. Bahkan sahabat Ali bin
Abi Thalib pun dicap kafir karena dianggap berdosa besar mau menerima tawaran
tahkim/perdamaian yang diajukan oleh pemberontak Muawiyyah r.a.
2. Kaum
Syi’ah, lebih-lebih setelah munculnya sekte syi’ah Rafidah dan Ghulat. Tokoh
pendiri Syi’ah adalah Abdullah bin Saba seorang Yahudi yang pura-pura masuk
Islam dan menyebarkan ajaran Wishoya, bahwa kepemimpinan setelah Nabi adalah
lewat wasiat Nabi saw. Dan yang mendapatkan wasiat adalah Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan Abu Bakar, Umar dan Utsman termasuk perampok jabatan.
3. Aliran
Mu’tazilah yang didirikan oleh seorang tabi’in yang bernama Wasil bin Atho’,
ciri ajaran ini adalah menafsirkan al-Qur’an dan kebenaran agama ukurannya
adalah akal manusia, bahkan mereka berpendapat demi sebuah keadilan Allah harus
menciptakan al-manzilah bainal manzilataini, yakni satu tempat di antara surga
dan neraka sebagai tempat bagi orang-orang gila.
4. Faham
Qodariyyah yang pendirinya adalah Ma’bad al-Juhaini dan Gailan ad-Damsyqi
keduanya murid Wasil bin Atho’ dan keduanya dijatuhi hukuman mati oleh gubernur
Irak dan Damaskus karena menyebarkan ajaran sesat (bid’ah), ciri ajarannya
adalah manusia berkuasa penuh atas dunia ini, karena tugas Allah telah selesai
dengan diciptakannya dunia, dan bertugas lagi nanti ketika kiamat datang.
Karena menurut mereka semua yang dilakukan oleh manusia adalah kehendak manusia
sendiri tanpa ada campur tangan Allah.
5. aliran Mujassimah atau kaum Hasyawiyyah ciri aliran
ini adalah menganggap Allah mempunyai jisim sebagaimana mahluknya yang diawali
dengan menafsirkan al-Qur’an secara lafdzy dan tidak menerima ta’wil, sehingga
sehingga mengartikan yadullah adalah Tangan Allah. (Lihat Ibnu Hajar
al-’Asqolani dalam Fathul Baari Juz XX hal. 494) … bahkan mereka sanggup
mengatakan, bahwa pada suatu ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para
malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat
banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba
seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi
empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.]
6. Ajaran-ajaran
para Pembaharu Agama Islam. Ajaran-ajaran para Pembaharu agama Islam ini
dimulai dari Ibnu Taimiyyah (661-728 H / 1263-1328 M atau abad ke 7 – 8 H / 13
– 14 M, yakni 700 tahun setelah Nabi Wafat atau 500 tahun dari masa Imam
Syafi’i). Beliau mengaku penganut madzhab Hanbali, tapi anehnya beliau justru
menjadi orang pertama yang menentang sistem madzhab. Pemikirannya lalu
dilanjutkan muridnya Ibnul Qoyyim al-Jauziy. Aliran ini kemudian dikenal dengan
nama aliran salafi-salafiyah yang mengaku memurnikan ajaran kembali ke
al-Qur’an dan Hadits, tetapi disisi lain mereka justru mengingkari banyak
hadits-hadits Shahih (inkarus sunnah). Mereka ingin memberantas bid’ah tetapi
pemahaman tentang bid’ahnya melenceng dari makna bid’ah yang dikehendaki
Rasulullah saw, yang dipahami oleh para sahabat dan para ulama salaf
Ahlussunnah wal Jama’ah.
Mereka juga
membangkitkan kembali penafsiran al-Qur’an-Sunnah secara lafdzy. Golongan
Salafi ini percaya bahwa Al-Qur’an dan Sunnah hanya bisa diartikan secara
tekstual (apa adanya teks) atau literal dan tidak ada arti majazi atau kiasan
didalamnya. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti
harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi. Jika kita tidak dapat
membedakan diantara keduanya maka kita akan menjumpai beberapa kontradiksi yang
timbul didalam Al-Qur’an. Maka dari itu sangatlah penting untuk memahami
masalah tersebut.
Dengan adanya
keyakinan bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunnah hanya memiliki makna
secara tekstual atau literal dan jauh dari makna Majazi atau kiasan ini, maka akibatnya
mereka memberi sifat secara fisik kepada Allah swt.. (seperti Allah swt.
mempunyai tangan, kaki, mata dan lain-lain seperti makhluk-Nya). Mereka juga
mengatakan terdapat kursi yang sangat besar didalam ‘Arsy dimana Allah swt
duduk (sehingga Dia membutuhkan ruangan atau tempat untuk duduk)
diatasnya.Terdapat banyak masalah lainnya yang diartikan secara tekstual. Hal
ini telah membuat banyak fitnah diantara ummat Islam, dan inilah yang paling
pokok dari mereka yang membuat berbeda dari Madzhab yang lain.
Munculnya Muhammad
bin Abdul Wahab di abad ke 12 H / 18 M, lahir di Ayibah lembah Najed (1115-1201
H/ 1703-1787 M) yang mengaku sebagai penerus ajaran Salafi Ibnu Taimiyyah dan
kemudian mendirikan madzhab Wahabi. Ia pun mengaku sebagai Ahlussunnah wal
Jamaah karena meneruskan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang diterjemahkan
oleh Ibnu Taimiyyah, tapi sebagaimana pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahab
dan pengikutnya pun layaknya kaum Khawarij yang mudah mengkafirkan para ulama
yang tidak sejalan dengan dia, bahkan sesama madzhab Hanbali pun ia
mengkafirkanya. Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad
bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah yang tidak sejalan
dengan pemikiran sektenya:
Dalam sebuah surat
yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim seorang tokoh madzhab
Hanbali, Muhamad Abdul Wahhab menuliskan: ‘Aku mengingatkan kepadamu bahwa
engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik
dan kemunafikan !….engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah
berbuat permusuhan terhadap agama ini !…engkau adalah seorang penentang yang
sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam.Kitab
kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid
10 hal. 31).
Dalam sebuah surat
yang dilayangkan untuk Ibnu Isa yang telah melakukan argumentasi terhadap
pemikirannya. Muhammad Abdul Wahhab menvonis sesat para pakar fikih secara
keseluruhan. Muhamad Abdul Wahhab menyatakan: “Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul dan para imam
setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan
oleh Allah sebagai perbuatan syirik.Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan
hal-hal lain selain Allah.Aku tidak melihat terdapat perbedaan pendapat para
ahli tafsir dalam masalah ini.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman
59).
Berkaitan dengan
Fakhrur Razi pengarang kitab Tafsir al-Kabir, seorang ulama’ yang bermadzhab Syafi’i
Asy’ary.Dalam karyanya tersebut, Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal
yang menjelaskan fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dengan fenomena yang
berada di bumi, termasuk berkaitan dengan bidang pertanian. Namun Muhammad bin
Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu
terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak
layak, tanpa didasari ilmu yang cukup. Muhamad Abdul Wahhab mengatakan:
“Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para
penyembah bintang” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 355).
Dari berbagai
pernyataan di atas maka janganlah kita heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab dan
para pengikutnya pun mengkafirkan para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah
secara keseluruhan (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 53), bahkan ia
mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan konsensus ijma’
para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni
dan al-Baihaqi.
Tokoh lain penerus
faham salafi Ibnu Taimiyyah adalah muncul pada abad ke 19 di Afghanistan yang
bernama Jamaluddin al-Afghani (1838-1898). Ajarannya diteruskan oleh muridnya
dari Mesir di abad ke 19 – 20 M yang bernama Muhammad Abduh
(1949-1905).Pemikiran Muhammad Abduh menyebar ke berbagai penjuru dunia lewat
tulisannya yang dimuat dalam majalah al-Manar.Setelah beliau wafat pada tahun
1905, majalah al-Manar diteruskan oleh muridnya yang bernama Muhammad Rasyid
Ridla (1865-1935). Kumpulan tulisan Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridla
ini kemudian dibukukan menjadi Tafsir al-Manar..
Tokoh ulama Wahabi
yang menjadi rujukan dan panutan saat ini adalah Muhammad Nashiruddin al-Bani
seorang dosen Ilmu Hadits di Universitas Islam Madinah yang lahir pada tahun
1915 dan wafat 1 Oktober 1989. Ia dipuja-puja kaum Wahabi-Salafi bahkan
dianggap lebih alim dari Imam Bukhori, karena ia men-Tahrij / mengomentari
beberapa haditsnya Imam Bukhori (194 – 256 H).
Kemudian dalam
perkembangannya, aliran Salafi-Wahabi pun terpecah dalam banyak faksi (kelompok)
dengan karakteristiknya masing-masing, tergantung pada imam mana yang
diikutinya
Ajaran
Salafi-Wahabi Masuk ke Indonesia
Ajaran Salafi-Wahabi ini masuk ke Indonesia
mulanya dibawa oleh,
Seorang tokoh besar
agama Islam asal Yogyakarta yang bernama Darwis yang aktif dan rutin mengikuti
pemikiran Muhammad Abduh-M.Rasyid Ridla lewat majalah al-Manar dan ajaran
Wahabi.Ia kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan yang pada 18 Nopember
1912 mendirikan organisasi keagamaan Muhammadiyyah.
Syaikh Ahmad Soorkati
(1872-1943) asal Sudan yang kalah bersaing dalam Jami’at al-Khair di negaranya,
kemudian hijrah ke Indonesia, lalu pada tahun 1914 di Betawi mendirikan
organisasi al-Irsyad.
Di Bandung pun
muncul A. Hasan yang juga dikenal sebagai Hasan Bandung atau Hasan Bangil,
penerus organisasi PERSIS (Persatuan Islam) yang didirikan pada 1923 oleh KH.
Zamzam Palembang.
HOS.Cokroaminoto
dengan PSII (Persatuan Syarikat Islam Indonesia).
Apa yang
Menyebabkan Aliran “Islam Baru” Dapat Menyebar dengan Cepat?
Muhammad bin Abdul
Wahab pernah menguji-coba ajaranya kepada penduduk Bashrah, tetapi karena
mereka adalah penganut fanatik ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, maka usahanya
bagaikan menabrak batu karang. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab menetap di
Diriyah dan Pangeran Muhammad ibn Saud (dari Diriyah Najed) setuju untuk saling
dukung-mendukung dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Keluarga / Klan Saud dan
pasukan/lasykar Wahabi berkembang menjadi dominan di semenanjung Arabia,
pertama menundukan Najed, lalu memperluas kekuasaan mereka ke pantai timur dari
Kuwait sampai Oman. Orang Saudi juga membawa tanah tinggi ‘Asir dibawah
kedaulatan mereka dan pasukan Wahhabi mereka mengadakan serangan di Irak dan
Suriah, memuncak pada perampokan kota suci Shi’ah, Karbala tahun 1801.
Pada tahun 1802,
pasukan Saudi-lasykar Wahhabi merebut kota Hijaz (Jeddah, Makkah, Madinah dan
sekitarnya) dibawah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan Daulah
Utsmaniyah Turki, yang telah menguasai kota suci sejak tahun 1517, dan membuat Daulah
Utsmaniyah bergerak. Tugas untuk menghancurkan Wahhabi diberikan oleh Daulah
Utsmaniyah Turki kepada raja muda kuat Mesir, Muhammad Ali Pasha. Muhammad Ali
mengirim pasukannya ke Hijaz melalui
laut dan merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasha, lalu memimpin pasukan
Utsmaniyah ke jantung Najed, merebut kota ke kota. Akhirnya, Ibrahim mencapai
ibukota Saudi, Diriyah dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu
menyerah pada musim dingin tahun 1818. Ibrahim lalu membawa banyak anggota klan
Al Saud dan Ibn Abd Al-Wahhab ke Mesir dan ibukota Utsmaniyah, Istanbul Turki,
dan memerintahkan penghancuran Diriyah, yang reruntuhannya kini tidak pernah
disentuh kembali. Pemimpin Saudi terakhir, Abdullah bin Saud dieksekusi di
Ibukota Utsmaniyah, dan kepalanya dilempar ke air Bosphorus. Sejarah kerajaan
Saudi Pertama berakhir, namun, Wahhabi dan klan Al -Saud hidup terus dan
mendirikan kerajaan Saudi Kedua yang bertahan sampai tahun 1891.
Perselingkuhan
agama – ambisi kekuasaan – kepentingan asing dimulai dari wilayah
Najed.Ketika lasykar Wahhabi – klan
al-Saud yang dipimpin Abdul Aziz Ibnu Sa’ud menyusun kekuatan kembali disertai
dukungan persenjataan mesin dari sekutu lamanya, Inggris (antek Amerika). Maka
awal tahun 1900-an mereka menyerang kembali kota Hijaz yang saat itu di pimpin
raja Syarif Husain. Ketika itu Hijaz hanya dibantu oleh Daulah Utsmaniyyah
Turki yang sudah mulai lemah, dan akhirnya pada tahun 1924 ketika kekuasaanya
sudah mengecil raja Syarif Husain mengasingkan diri ke kepulauan Cyprus dan
kekuasaanya diserahkan pada putranya yang bernama raja Syarif Ali. Raja Syarif
Ali membuat kota-kota pertahanan baru, tapi lasykar wahabi-klan Ibnu Sa’ud
dengan persenjataan canggih berhasil mengepung semua kota, hingga yang tersisa
hanya pertahanan di pelabuhan Jeddah. Pada ahir 1925 ketika lasykar wahabi-klan
Ibnu Sa’ud berhasil menguasai pelabuhan Jeddah, maka raja Syarif Ali menyerah
pada pemberontak. Dari tahun 1925 inilah Hijaz dengan dua kota suci Makkah dan
Madinah dikuasai oleh keluarga Sa’ud dan Wahabi. Dan akhirnya tepat tanggal 23
September tahun 1932, Hijaz berubah nama menjadi al-Mamlakah al-’Arabiyyah
as-Sa’udiyyah (kerajaan Arab Sau’di), nisbat kepada nama leluhurnya yakni
al-Sa’ud, dengan Ibukotanya Riyadh. Dan tahun 1943 muncullah ARAMCO
(Arabian-American Company) yang mengksplorasi minyak Arab Saudi.Dari sejarah
itulah, mengapa sampai saat ini Arab Saudi selalu tidak bisa bersuara selain
seperti suara Amerika, sekalipun harus berbeda dengan negara-negara Islam
lainnya.
Jatuhnya Hijaz ke
tangan pemberontak pada 1925 tidak hanya berakibat perubahan pemeritahan, tapi
juga merombak total praktek-praktek keagamaan di Hijaz dari yang semula
Ahlussunnah wal Jamaah menjadi faham Wahabi. Seperti larangan bermadzhab,
larangan ziarah ke makam-makam pahlwan Islam, larangan merokok, larangan
berhaji dengan cara madzhab. Bahkan makam Rasulullah saw, sahabat dan
tempat-tempat bersejarah pun berencana akan digusur karena dianggap sebagai
biang / tempatnya kemusyrikan.
Ketika aliran
Salafi-Wahabi berkembang di Dliriyyah maupun Najed itu belumlah membuat risau
umat Islam dunia. Tetapi ketika mereka menguasai pusat Islam yakni dua kota
suci di Hijaz, maka hal ini menimbulkan dampak yang luar biasa, termasuk dalam
persebarannya ke seluruh dunia. Melihat perubahan ajaran yang terjadi di Hijaz,
maka hampir semua umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah di seluruh dunia memprotes
rencana pemerintahan baru di Hijaz yang ingin memberlakukan asas tunggal, yakni
madzhab Wahabi.
Kelahiran Nahdlotul Ulama
Protes luar biasa pun
muncul di Indonesia, ketika bulan Januari 1926 ulama-ulama Ahlussunnah wal
Jammah di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di
dua kota suci itu. Dari pertemuan tersebut lahirlah panita Komite Hijaz yang diberi mandat untuk mengahadap raja Ibnu
Sa’ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jamaah di
Indonesia. Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi
Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal
Jamaah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk yang diberi
nama Nahdlatul Ulama dengan Rois Akbar KH. Hasyim Asy’ari. Setelah terbentuk,
komite Hijaz mengirimkan delegasi sebagai utusan NU menghadap Raja
Saudi.Delegasi yang dipimpin oleh KH.Wahab Hasbullah ini mengajukan protes atas
langkah kerajaan Saudi yang meminggirkan madzhab empat, menggusur petilasan
sejarah Islam, melarang tawassul, melarang ziarah kubur dan lain-lainnya dengan
alas an anti syirik dan bid’ah.
Kelahiran NU
merupakan muara perjalanan panjang sejumlah ulama’ pondok pesantren di awal
abad 20 yang berusaha mengorganisir diri dan berjuang melestarikan ajaran Islam
Ahlussunnah Waljamaah, sekaligus mengobarkan semangat nasionalisme melawan
colonial Belanda.
Sesuai visinya,
diharapkan NU menjadi wadah tatanan masyarakat yang sejahtera, berkeadilan dan
demokratis bagi jutaan anggotanya.Hal ini diwujudkan dengan mengupayakan system
kebijakan yang menjamin terwujudnya masyarakat sejahtera, melakukan
pemberdayaan dan advokasi masyarakat serta menciptakan Ahlaqul Karimah.
GELAR SOEKARNO
Sebagai organisasi
sosial keagamaan, Nahdlatul Ulama tidak lepas dari wacana pemikiran keagamaan
ahl al-sunnah wa al-jamaÂ’ah atau Sunni. Organisasi ini secara tegas
memproklamirkan diri sebagai penganut setia paham ahl al-sunnah wa al-jamaÂ’ah
atau Sunni sebagai pola kehidupannya. Ahl al-sunnah wa al-jamaÂ’ah sebagai
paham keagamaan yang dipedomani oleh NU, telah membentuk karakter warga NU
dalam merespon semua dimensi kehidupan. Salah satunya adalah pemberian gelar
wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah oleh NU kepada Presiden Soekarno.
Dalam risalah ini,
penulis menganalisis sejauhmana pengaruh pemikiran politik Sunni terhadap
pemikiran politik NU. Masalah pokok yang akan menjadi fokus pembahasan dalam risalah
ini adalah kedudukan wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah dalam fiqh siyasah
dan tinjauan fiqh siyasah terhadap pemberian gelar wali al-amr al-dharuri bi
al-syaukah oleh NU kepada Presiden Soekarno. Risalah ini juga membahas
faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi pemberian gelar tersebut.
Sifat kajian dari risalah
ini adalah deskriptif analisis.Metode ini digunakan sebagai upaya untuk menderisalahkan
dan menganalisis secara sistematis terhadap beberapa fakta, sehingga memberikan
gambaran tentang apresiasi pemikiran dan dinamika yang terjadi di dalam
Nahdlatul Ulama. Adapun dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode
dokumentasi, baik melalui buku, catatan-catatan transkrip, surat kabar, majalah
dan bentuk-bentuk tulisan lainnya. Adapun untuk memahami dan memperoleh
kesimpulan yang valid tentang realitas dan dinamika kepolitikan Nahdlatul
Ulama, khususnya pada saat pemberian gelar wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah
kepada Presiden Soekarno, maka akan digunakan pendekatan sejarah (historycal
approach) untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif
dengan mengumpulkan, mengevaluasi memverifikasi serta mensintensiskan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa pemikiran politik NU banyak terinspirasi dari
pemikiran politik Sunni. Pandangan keagamaan Sunni versi NU akan makin jelas
pengaruhnya ketika dihubungkan dengan pemikiran dan perilaku politik para tokoh
NU. Hubungan dialektik antara Sunni sebagai sistem ajaran yang bernilai
teologis dengan NU pada akhirnya menyebabkan perilaku politisi NU yang kental
dengan nuansa teologis Sunni.
Konferensi Alim
Ulama pada tanggal 2-7 Maret 1954 di Cipanas Cianjur Jawa Barat yang menetapkan
Presiden Soekarno sebagai wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah dapat dipahami
dalam konteks ini. Salah satu pertimbangan pengangkatan Presiden Soekarno
sebagai wali al-amr al-dharuri bi al-syaukah adalah dalam rangka mengefektifkan
kekuasaan politik, kaitannya dengan keabsahan di mata fiqh.
SHUMUBU
Shumubu yang
dipimpin oleh tentara Jepang, ternyata tidak dapat bekerja sebagaimana yang
diharapkan.Tidak mampu memobilitaskan rakyat, umat Islam saat itu sukar untuk
dipimpin oleh orang asing. Oleh karena itu, Kolonel Horei digantikan oleh
Hoesein Djajadiningrat, tetapi karena sebagai pakar agama Islam, yang tidak
pernah memimpin organisasi sosial Islam, tidak pula mempunyai pengaruh pada
umat. Oleh karena itu, diadakan lagi reorganisasi Shumubu dengan menggantikan
Ketua Shumubu oleh K.H. Hasyim Asy’ari.Akibat baru saja keluar dari tahanan,
karena menolak menjalankan saikerei menghormati ke arah Tokyo, maka aktivitas
harian diserahkan kepada wakilnya Wahid Hasyim.
Melalui pimpinan
NU, Jepang mengharapakan Shumubu tidak saja mampu memobilitaskan massa umat
Islam, melainkan juga logistik. Tetapi dengan diplomatis sekali mengenai
pengakuan Gunseikan terhadap Ulama.Didasarkan perlunya Ulama memahami budaya
Jepang, dan segenap tata kehidupan Jepang.Dari pemahaman ini agar dikembangkan
kepada generasi muda.Secara tidak langsung Gunseikan meminta kesadaran dan
kecintaan terhadap Jepang. Selanjutnya dari kecintaan akan menumbuhkan
pengorbanan untuk Jepang.
Setelah pembentukan
Shumubu, Jepang mengizinkan pembentukan wadah baru guna menyalurkan aktivitas
mantan pimpinan parpol dan ormas, pada 29 April 1942, dibentuk organisasiTiga-A
(Nippon Pemimpin Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia), Organisasi
ini dipimpin oleh Shimitzu dan Samsudin (Parindra).Makna Nippon sebagai
Pemimpin Asia, sebagai bahasa lain, Saudara Tua dalam pengertian
politik.Demikian pula makna Cahaya dan Pelindung, memberikan kesan bahwa
Indonesia belum mampu mandiri sebagai bangsa merdeka tanpa petunjuk dan payung
Jepang.
ILMU KALAM
Nabi & Sahabat
(salaf) Mutakallimin (khalaf) Sumber Aqidah al-Qur‘an & Aktiviti
terjemah membawa kekuatan Sunnah (naqli) & aqli intelektual & kajian
pemikiran Akibat interaksi budaya luar, Kekuatan iman yg dimiliki tidak
timbullah pergolakan pemikiran antara timbul pertanyaan/ keraguan Islam vs.
kufur. Metod/Jalan keyakinan ilmu yg Cara membela aqidah Islam di hadapan
lebih benar/selamat dgn agama lain, terutama filsafat Yunani kesaksian Rasul yg
telah dipakai org nasrani dlm Bantahan & bahasan hanya menghalang dakwah
Islam Riadah akal meletakkan dalil naqli di melemahkan kedlman Iman bawah
filsafat & aqli
Berkaitan dengan
masalah aqidah tersebut, Muzaffarudin Nadvi melihat kepada empat masalah pokok
yang menjadi objek kajian penting di dalam pemikiran islam, khususnya ilmu
kalam:
1.
Masalah kebebasan berkehendak
2.
Masalah sifat Allah
3.
Batasan iman dan perbuatan
4.
Perselisihan antara akal dan wahyu.
Pemikiran Kalam
Klasik
1.
Aliran Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja yang
berarti ‘keluar’, ditujukan bagi setiap orang yang keluar dari imam yang hak
dan telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa Khulafaur Rasyidin
maupun masa tabi’in secara baik-baik
2. Aliran Mu’tazilah
Mu`tazilah sebagai
aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang dimaksud
akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan
pemahaman dan pergerakan mereka.Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah
konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini
tersebut.
3. Aliran Asy’ariyah
Tokoh aliran ini
Abu Hasan Al-Asy’ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat tahun 935
M. Pada mulanya Al-Asy’ari adalah murid Al-Jubba’i salah seorang tokoh
terkemuka aliran mu’tazilah.
Walaupun Al-Asy’ari
telah berpuluhan tahun menganut paham mu’tazilah akhirnya ia meninggalkan
aliran mu’tazilah dengan alasan:
a. Al-asy’ari bermimpi, dalam mimpinya itu
Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang benar,
dan mazhab mu’tazilah salah.
b. Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya
Al-Jubba’i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba’i tak dapat menjawab tantangan
Al-Asy’ari sebagai muridnya.
4. Aliran Salafiyah
Aliran ini muncul
sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian
pemikirannyadiformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5. Aliran Murji’ah
Murji’ah berasal
dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja’a yang berarti
mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas,
berarti orang yang menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang
pertama dimaksudkan berarti golongan atau paham yang menanggungkan keputusan
sesuatu hal (mulanya persoalan yang berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian
hari disisi Allah.Sedang pengertian dalam arti yang kedua Murjiah ialah
golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan dosanya (asal
persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).
6. Aliran Syi’ah
Akar kata Syi’ah
bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya’a yang
memiliki arti berpihak.Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya
dengan peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.
CIRI-CIRI MURJI`AH
YANG PALING MENONJOL
[1]. Mereka
berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran
dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
[2]. Mereka
berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi,
orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
[3]. Mereka
mengharamkan istitsn` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.
[4]. Mereka
berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram
(dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
[5]. Mereka
membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
[6]. Mereka
mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran,
seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa
hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang
ada dalam hati.[19]
Syi’ah sebagai
pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam pertama kaum Syi’ah) sudah muncul sejak
Rasulullah SAWW masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan realita-realita
berikut ini:
Pertama, ketika
Rasulullah SAWW mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga
terdekatnya masuk Islam, ia berkata kepada mereka: “Barang siapa di antara
kalian yang siap untuk mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washiku
setelah aku meninggal dunia”. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang
bersedia untuk mengikutinya kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika
seorang pemimpin pergerakan --di hari
pertama ia memulai langkah-langkahnya--memperkenalkan penggantinya setelah ia
wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para pengikutnya yang
setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi penggantinya, akan tetapi, di
sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia tidak memberikan tugas sedikit
pun kepada penggantinya dan memperlakukannya sebagaimana orang biasa.
Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa Imam Ali a.s. setelah
diperkenalkan sebagai pengganti dan washi Rasulullah SAWW di hari pertama
dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi Rasulullah SAWW dan orang
yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti Rasulullah SAWW.
Kedua, berdasarkan
riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil oleh Ahlussunnah dan Syi’ah, Rasulullah
SAWW pernah bersabda bahwa Imam Ali a.s. terjaga dari setiap dosa dan
kesalahan, baik dalam ucapan maupun perilaku. Semua tindakan dan perilakunya
sesuai dengan agama Islam dan ia adalah orang yang paling tahu tentang Islam.
Ketiga, Imam Ali
a.s. adalah sosok figur yang telah berhasil menghidupkan Islam dengan
pengorbanan-pengorbanan yang telah lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas
ranjang Rasulullah SAWW di malam peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah
SAWW hendak berhijrah ke Madinah dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud,
Khandaq dan Khaibar. Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah
dilakukannya, niscaya Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan.
Keempat, peristiwa
Ghadir Khum adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s. Sebuah
peristiwa --yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak
Rasulullah SAWW-- akan memberikan warna lain terhadap Islam.
Semua keistimewaan
dan keistimewaan-keistimewaan lain yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu
hanya dimiliki oleh Imam Ali a.s. secara otomatis akan menjadikan sebagian
pengikut Rasulullah SAWW yang memang mencintai kesempurnaan dan hakikat, akan
mencintai Imam Ali a.s. dan lebih dari itu, akan menjadi pengikutnya. Dan tidak
menutup kemungkinan bagi sebagian pengikutnya yang memang memendam rasa dengki
di hati kepada Imam Ali a.s., untuk membencinya meskipun mereka melihat ia
telah berjasa dalam mengembangkan dan menjaga Islam dari kesirnaan.
Taqiyyah adalah
ajaran penting dalam mazhab syi'ah, penting untuk anda ketahui.
Setiap ajaran pasti
memiliki keyakinan-keyakinan dan ajaran tertentu, dan lazimnya sebuah ajaran
yang diinginkan untuk berkembang, keyakinan itu ditulis dalam buku. Kita lihat
prakteknya agama Islam sendiri memiliki kitab yang memuat ajaran yang harus
diyakini oleh seorang muslim yaitu Al Qur'an, yang mengandung perintah untuk
bertanya kepada yang tahu ketika tidak mengerti tentang segala sesuatu. Begitu juga
Al Qur'an memuat sumpah Allah dengan pena, yang dipahami oleh ummat Islam
sebagai perintah untuk menulis dan membaca. Sehingga keterangan dari ulama
dituangkan dalam kitab-kitab yang dapat dibaca hingga kini. Mazhab-mazhab fiqih
dalam islam pun memiliki kitab-kitab rujukan yang memuat pendapat mazhab itu.
"Mazhab syiah" pun demikian pula memiliki kitab-kitab rujukan yang
memuat keyakinan-keyakinan syiah, kitab ini berisi ucapan-ucapan ahlulbait, 11
imam yang konon harus diikuti. Konon lagi, 11 imam itu disebut juga sebagai
salah satu dari tsaqalain (dua pusaka) yang harus diikuti oleh orang muslim.
Pusaka satu lagi adalah Al Qur'an.Selain ucapan ahlulbait, kitab-kitab itu juga
memuat penjelasan-penjelasan ulama syiah, yang juga harus diikuti karena status
ulama menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an dan ucapan ahlulbait di atas. Tapi
belakangan ulama syiah naik pangkat menjadi wakil imam ma'sum (yang juga ma'dum
= tidak ada) untuk mengatur kehidupan keberagaamaan para penganut syiah.
Antara
aliran-alirannya ialah :risalah Aliran Syiah Al-Ja’fariyyah (Al-Imamiyyah
Al-Ithna Ashariyyah)
*Aliran ini
mengambil kemuliaannama Imam Ja’far al-Sadiq bin Muhammad
al-Baqir.
*Ithna ‘Ashariyyah-
golongan yang meyakini kesucian imam dua belas yang mendokong imamahnya
Musa al-Kazim bin
Ja’far al-Sadiq. *Isma ‘iliyyah – mempercayai dan mentaati Imam Mahdi samada
imam tersebut dapat dilihat atau ghaib. risalah Aliran Syiah Zaidiyyah.
*Aliran ini
mengambil kemuliaannama Imam Zayd bin Ali Zayn al-Abidin.
* Aliran Syiah
Rafidah.
*orang-orang yang
menolak keimanan Abu Bakar dan Umar serta bersepakat bahawa nabi Muhammad s.a.w
menentukan Ali r.a sebagai pengganti Baginda.
Komentar
Posting Komentar